UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Bisa Diamandemen

03-10-2018 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron pimpin RDPU dengan Pakar. Foto: Naefuroji/od

 

Selama ini ada pemahaman bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjadi penghambat investasi, sehingga harus diganti. Ada juga yang mengatakan bahwa UUPA itu sakral, sehingga tidak boleh diganti. Sebab regulasi ini tidak bisa dipersamakan dengan UU apapun yang ada, karena memiliki nilai historis yang berbeda. Namun secara prinsip, UUPA bisa diamandemen.

 

Demikian hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan para pakar hukum pertanahan. Pada kesempatan tersebut, para pakar yang diundang untuk memberikan tambahan pembekalan wawasan bagi Komisi II DPR RI guna melengkapi pembahasan RUU Pertanahan antara lain adalah Profesor Arie Sukanti Hutagalung (UI), Profesor Ida Nurlinda (Unpad), dan Profesor Budi Mulyanto (IPB).

 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron selaku pimpinan rapat mengatakan bahwa semua masukan-masukan yang disampaikan tersebut akan melengkapi pembahasan Komisi II DPR RI dengan pemerintah. “Mudah-mudahan ini membawa manfaat bagi kita semua,” kata Herman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (03/10/2018).

 

Dalam paparannya, Profesor Ida Nurlinda menyatakan kalau Undang-Undang Dasar 1945 saja bisa diamandemen, lalu kenapa UUPA tidak bisa diutak-atik. “Tetapi kalau boleh saya berpendapat, Pasal 1 sampai dengan Pasal 15 jangan diamandemen, karena itu adalah prinsip asas. Jadi kalau ingin diubah maka mulai dari pasal 16 ke selanjutnya,” ucap Ida.

 

Sementara itu, Profesor Budi Mulyanto menyampaikan bahwa semangat populis UUPA mulai direduksi menjadi semangat investasi, seiring dengan munculnya undang-undang penanaman modal  yang dianggap tidak mengkonsideran UUPA.

 

Profesor Budi menambahkan, ada paradigma terkait pembuatan undang-undang tentang tanah atau sumber daya alam, yakni ada penguasaan kepemilikan, dan penggunaan pemanfaatan. Oleh karenanya, ia menyatakan perlu adanya pemahaman yang lebih komprehensif terkait hal tersebut. (dep/sf)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...